Seorang teman megatakan tentang
kepribadian temannya “ Sebenarnya Parjo (nama alias) itu orangnya kaku dan keras
hati namun karena agamanya dia tidak berani mengeraskan hatinya”. Penilaian
temanku terhadap si Parjo ini di dasari dengan kemampuan temanku melihat batin
seseorang dengan naluri yang sudah dipelajarinya selama ini.
Aku tidak menanggapi itu dengan
dengan serius hanya aku berfikir dan
merenung : Bijaksanakah tindakan si Parjo atau Kepribadian si Parjo itu hanya
sebuah topeng keagamaan.
Renunganku menempatkan si Parjo
sebagai orang oarng yang bijaksana, karena secara psikologi dia sudah bisa
mengalahkan ego pribadinya diganti dengan standart moral agama yang di
yakininya. Dugaanku proses itu berlangsung sangat panjang dengan banyak
benturan, pukulan, kebangkitan, perjuangan dan liku- liku kehidupann lainnya.
Dari proses inilah pribadi si Pajo terbentuk, pribadi yang sangat menghargai
kehidupan dan menempatkan hidup ini untuk kehidupan itu sendiri. Jika mengutip
tek kitab suci dari
Yakubus 2 : 20 "Hidupku bukan aku lagi melainkan
Kristus yang hidup didalamku".
Kehidupan ini bukan semata – mata
mengisinya untuk kesenangan pribadi tapi juga kesenangan dan kebahagian orang
lain atau makhluk hidup lainya. Jadi ketika hidup seseorang sudah biasa selaras
dengan lingkungan dan alam semestanya, maka apa yang menjadi tindakan dan
fikirannya seperti cermin yang akan memancarkan aura posistif bagi sekitarnya.
Aura posistif ini hasil dari
proses Menepatkan Allah dipusat edar pikiran kita, dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena
faham modern melihat bahwa kekuatan otak dan pribadi manusia bisa mengubah
segalanya. Namun jika kita renungakan siapa Diri kita??, apakah kita lebih
indah dari awan dilangit? Rasanya khok tidak. Apakah kita lebih cemerlang dari
tetes embun dipagi hari? Terlalu berlebihan. Atau anda merasa lebih berwarna
dari pelangi? Narsis deh !!.
Hidup adalah sesuatu yang indah
tetapi keindah hidup ini bukan sesuatu yang harus disombongkan dengan
membandingkan dengan keindahan – keindahan dunia ini. Keindahan hidup ini
adalah saat kita mampu mengenali siapa diri kita dan apa yang Tuhan kehendaki
terhadap kita untuk kehidupan ini.
Si Parjo adalah contoh kecil tentang
memaknai hidup, dia mampu membuat orang lain tersenyum, mencari solusi setiap
kali lingkungan sekitar melihat subuah masalah. Dengan senyum dia selalu
berusaha rendah hati, biarpun sebagian orang menilai dia sudah di injak –
injak. Harga diri bukan sesuatu yang harus diperjuangkan tetapi sebuah nilai
yang disematkan orang lain kerena kebaikan universal yang telah dilakukannya
atau kontribusi seseorang tehadap kemajuan kehidupan ini.
Kemudian melakukan kebaikan
dengan alas an apapun bagiku bukan sebuah topeng namun perilaku atas pancaran
hati orang tersebut. Jadi kalau aura atau pancaran hati seseorang itu terang
maka kebaikan akan terjadi dalam perilakuknya namun jika pancaran hati seseorang
penuh kekalutan maka yang ada hanya kecemburuan iri hati kedengkian dan macam –
macam hal negatif lainnya.
Topeng kebaikan itu bisa
dikatakan topeng jika seseorang itu hanya sesaat saja atau temporer melakukan
kebaikannya setelah maksudnya tercapai maka dia akan berlaku sebaliknya atau
malah lebih kejam lagi dari sebelumnya. Sedangkan perilaku kebaikan adalah
kebaikan yang dilakuan terus - menerus tanpa ada pamrih apapun, atau seandainya
ada pamrih semua itu demi kebaikan sesama dan membuat kehidupan ini semakin
baik. Parjo adalah sedikit orang baik dari
banyak orang yang bertopeng , namun
andai yang sedkit ini tidak ikut tercemar dengan keburukan dunia ini mungkin
dunia ini masih bisa diselamatkan. Tapi jika yang Cuma sedikit ini semakin
terkikis oleh arus modernisasi, maka kita- kita yang merasa bermoral ikut bertanggung
jawab atas dosa mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar