Senin, 02 April 2012

KIPRAH WANITA GEREJA


Konon RA Kartini semasa hidupnya pernah belajar tentang organisasi kepada perempuan - perempuan GKJW di jemaat Mojowarno. Kala itu di Mojowarno sudah sedikit lebih maju dalam hal pemberdayaan perempuan. Peristiwa tersebut memang sunber informasinya belum valid , bahkan catatan sejarah juga tidak mencatatnya, namun kalau kita kilas balik ke masa tersebut bukan tidak mungkin perempuan GKJW sudah berfikiran lebih maju dari perempuan Jawa pada umumnya. Hal tersebut dikarenakan saat itu kampung – kampung Kristen di Jawa Timur sudah mendapatkan wawasan tentang emansipasi perempuan dari Zending ( sebuah misi gerejawi dari Belanda ).
Dan saat jaman sudah berkembang peran wanita GKJW ternyata masih menjadi tulang punggung pelayanan di gereja. Hal ini dapat kita lihat dari prosentase kehadiran dalam ibadah, kaun perempuan selalu lebih banyak disbanding laki – laki. Juga dalam kegiatan yang bersifat pastoral seperti patuwen warga sakit, pelayanan kesehatan selalu KPPW menjadi ujung tombaknya.
Tapi bagaimana secara struktural ? ternyata porsi perempuan belum signifikan. Coba kita perhatikan komposisi majelis jemaat, laki – laki masih mendominasi. Juga dalam kepanitian kegiatan, posisi – posisi strategis masih didominasi pria, biarpun saat ini penghargaan terhadap perempan sudah sedikit lebih baik.
Teologi Katolik menempatkan Bunda Maria sebagai orang suci yang sangat dihormati, ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap penghargaan gender perempuan. Bunda Maria sebagai orang suci ternyata tidak terjadi sejak kekristenan mula – mula tetapi hasil dari sebuah konsili di Vatikan. Keputusan konsili tersebut disosialisasikan kesuluruh umat Katolik dan sampai sekarang umat Katolik sangat mengagumi Bunda Maria sebagai perantara lahirnya Yesus Kristus.
Rasanya proses penghargaan tentang kesetaraan gender bisa juga diangkat di GKJW.  Belajar dari dari budaya Jawa yang menempatan Dewi Sri sebagai Dewi padi yang merepresentasikan simbol kesuburan tanah Jawa, ini bisa menjadi kajian teologis terhadap dasar spiritualitas Jawa tentang penghargaan gender. Dari situ dapat dilihat bahwa sejak jaman dulu manusia Jawa sudah mengembangkan sikap emansipasi terhadap perempuan.
Juga dalam sejarah GKJW yang diungkap dalam diskusi 75 tahun GKJW, salah seorang peserta mengungkapkan ada catatan yang menyatakan ada seorang perempuan yang turut berjasa terhadap perkembangan kekristenan di Jawa Timur. Perempuan itu bernama Maria Willhemia seorang jawa yang bekerja pada keluarga belanda. Mungkin nama itu bukan nama asli jawa, karena waktu itu ajaran Kristen masih mengajarkan jika seseorang ingin menjadi Kristen harus meninggalkan budaya kejawen – nya. Komunitas yang dipelopori Maria ini berkembang di sekitar Tanjung Perak sebagai kota pelabuhan.
Kembali lagi karena budaya patriarki yang begitu kuat maka peran perempuan menjadi terabaikan. Seharusnya jika catatan itu benar maka sejarah GKJW tidak hanya mencatatat Coolen, Johanes Emde, Ki Dasimah sebagai Finding Father tapi akan tertulis Maria Willhemia sebagai Finding Mother, mungkinkah ??
Dalam konteks perkembangan sekarang seharus peran perempuan sudah diperhitungkan dalam kegiatan bergereja. Namun kembali kepada perempuan itu sendiri mampukah perempuan mengambil posisi strategis jika didalam fikirannya masih merasa bahwa mereka golongan kedua sesudah laki – laki.
Mari perempuan GKJW tunjukan kemampuanmu, terbitkan terang diantara kegelapan disekitar kita *** (DANIEL KURNIADI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar