Sabtu, 31 Maret 2012

Be Indiana Jones


MISTERI KOTA UDANG

Napak tilas sejarah ini kulakukan beberapa bulan yang lalu, Cuma baru sekarang aku sempat menuliskan catatanku. Banyak dari masyarakat kita yang kurang peduli terhadap perjalanan sejarah di daerahnya, atau lebih ekstrim lagi ada ungkapan tidak mau belajar dari sejarah.
Karena tidak setuju dengan anggapan itu maka saya menyalurkan ketertarikan dengan sejarah disekitar saya, dan ternyata di Sidoarjo kota dimana saya tinggal banyak sekali menyimpan sejarah yang sangat dekat dengan sejarah kerajaan Majapahit.
Waktu itu hari Sabtu hari libur bagiku karena ditempatku bekerja menjadwalkan hari kerja standart selama 5 hari sedangkan diluar hari itu maka ada overtime. Bangun tidur dipagi hari aku langsung teringat percakapanku dengan penjual Kupang Lontong di Depan SPBU Sukodono – Sidoarjo, dalam percakapan itu aku mendapat informasi tentang sebuah situs bersejarah di Desa Candi Negara – Kec. Wonoayu – Sidoarjo. Pedagang tersebut bercerita bahwa posisi Candi terletak dibelakang sekolah Madrasyah (MI), tempat tersebut tidak jauh dari jalan raya dan terdapat plakat besar bertuliskan Candi Dermo. Dari cerita itu sudah menggugah semangatku untuk melihat langsung keberadaan situs purbakala itu..
Perjalanan aku lakukan bersama istri kira – kira jam 10 pagi setelah menikmati sarapan dan secangkir kopi, dari rumahku lokasi candi arah barat daya sekitar 6 Km perjalanan itu kutempuh selama lebih kurang 20 menit. Sesampainya di pintu pagar aku dan istriku bertanya pada masyarakat sekitar untuk ijin memasuki lokasi candi, dengan ramah mereka mengijinkan kami masuk. Masyarakat disana masih menganggap sakral situs candi tersebut, terbukti jika ada pasangan pengantin dari desa setempat berjodoh dengan tetangga desa maka perjalanannya harus berheti di Candi Dermo sebagai wujud penghormatan untuk leluhur desa setempat
Candi Dermo tampak menjulang gagah biarpun sudah dimakan usia, dibangun sekitar tahun 1400  Masehi sekarang berhimpit dengan makam desa, sebelah utaranya berdiri bangunan masjid dengan arsitektur berbentuk joglo ciri khas masjid tahun 70an. Sebelah timur candi adalah Sekolah MI dan rumah - rumah penduduk, dulu diperkirakaan ada bangunan rumah ibadah sesuai dengan kebiasaan lay out bangunan jaman Mojopahit. Candi Dermo dulunya adalah pintu gerbang sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit, dibawa kepemimpinana Adipati Terung yang makamnya terletak dikawasan Trowulan ( sumber : papan info dilokasi candi ). Dari pengamatan saya, arah sebelah selatan candi sekitar 1Km ada desa bernama Terung, jadi sangat mungkin Kadipaten itu bernama Terung. Berjalan mengitari candi ada aura magis yang kami rasakan apalagi sebelah candi adalah lokasi makam.
Setelah puas mengitari Candi Dermo serta mengambil beberapa foto kami meneruskan perjalanan wisata sejarah kami ke Lokasi Candi Pari dan Candi Sumur dikawasan Desa Candi Pari – Porong – Sidoarjo. Perjalanan mengarah ke barat Daya melewati rute jalan beraspal, perkebunan tebu dan persawahan. Lewat Desa Terung ada pemandangan menarik sepanjang tepian sawah, karena disini banyak warung – warung kopi berjajar biarpun tidak rapi. Konon warung kopi ini menjanjikan ”pelayanan” luar biasa buat pelanggannya, anda ingin mencoba ??
Ada beberapa desa yang kami lewati tapi kami tidak mencatat nama – nama desa tersebut, yang sempat saya ingat hanya Desa Pamotan yang menurut cerita rakyat adalah tempat memuat ( momot : bahasa jawa ) upeti yang akan dikirim ke Majapahit lewat sungai Brantas. Tapi versi lain mengatakan Pamotan berasal dari nama penguasa setempat yang bernama Bre Pamotan disebut juga Bre Wengker yang merupakan anak dari Prabu Brawijaya Raja terakhir kerajaan Majapahit.
Dari Desa Pamotan kami masuk persawahan arah ke utara, berarti juga perjalanan kami sedikit berputar dari utara – barat – selatan – timur – dan sedikit ke utara lagi. Maaf kami memang agak kesasar – sasar, karena kami juga tidak faham rute terdekat ke kawasan Candi Pari.
Sesampainya di Candi Pari matahari sudah sangat terik kurang lebih jam 11.00 kamipun mengamati Candi dari pendopo kelurahan di depan Candi (http://pariwisata.sidoarjokab.go.id/candi_pari.php). Kami tidak masuk ke areal candi karena pintu dikunci sedangkan petugas tidak ada ditempat, biasanya kalau siang hari saat jam istirahat petugas pulang kerumahnya yang tidak jauh dari lokasi candi. Setelah mengambil beberapa foto juga membaca info sejarah yang terpampang di papan informasi kami menuju ke Candi Sumur. Jarak Candi Pari dan Candi Sumur sekitar 100m arah ke selatan, masuk area Candi kami disambut oleh penjaga Candi  dan langsung menyodorkan kepada kami buku tamu. Sayang sang petugas tidak bisa banyak memberikan informasi karena kondisi fisiknya yang terserang Stroke sehingga separuh badannya lumpuh dan susah untuk berbicara.
Kami naik ke atas candi yang tinggal separoh karena sebagian telah lapuk dimakan usia. Dari atas badan candi terdapat lubang yang menurut versi orang kampung lubanh itu adalah sumur tempat menghilangnya Nyi Walang Angin saat akan ditangkap pasukan Majapahit karena dia dan suaminya dianggap memberontak. Tuduhan pemerintah Majapahit ini terkait pembangkangan membayar upeti kepada pemerintah, padahal mereka ingin membangun kemandirian masyarakat sekitar tanpa bergantung pada Majapahit. Versi lain dan lewat penelitian sejarah mengatakan Candi Sumur merupakan Bungker perlindungan yang dibangun untuk sarana pengungsian keluarga kerajaan atau penguasa saat ada serangan dari musuh. Jika dicermati maka bungker ini mengarah ke Candi Pari sebagai bangunan utama keluarga kerajaan. Wisata ini kami akhiri dengan pengmbilan beberapa foto kenangan dan dukumentasi perjalanan sejarah, kami masih berniat menjelajah lebih jauh tentang sejarah kuno Sidoarjo. Harapannya kami bisa menemukan teman yang punya ketertarikan sama tentang sejarah Sidoarjo dan kita akan bersama – sama melestarikan warisan sejarah ini dan memberikan informasi kepada siapapun yang memerlukan informasi ini.**** ( Daniel Kurniadi )

Senin, 26 Maret 2012

HOBBY


CITA CINTA DI GUNUNG KELUD

Akhirnya kesampaian juga cita – cita untuk melakukan perjalanan ke Gunung Kelud. Sebagai penghobby Petualangan Rimba yang sudah menjelajah banyak gunung di Nusantara ini alangkah naifnya jika Gunung Fenomenal seperti Gunung Kelud belum pernah terjejaki. Gunung kelud yang terletak di perbatasan Kabupaten Kediri dan Blitar ( dari rumahku hanya sekitar 100 Km ) menjanjikan sebuah pemandangan yang cukup menakjubkan.
Pagi itu hari jumat 23 Maret 2012 tepat hari raya Nyepi tahun baru Saka 1934. aku memang berencana merayakan ulang tahun pertama perkawinan kami versi kalender tahun saka ( karena perkawinan kami pas hari raya Nyepi 2011 ). Setelah istriku selesai memasak untuk sarapan pagi aku segera berkemas untuk keperluan petualangan kami. Segera aku mengambil 1set Tenda, Jaket dakronku, tas 70 liter, jas hujan, senter, buku catatan dan uang saku secukupnya.
Kurang lebih pukul 10.00 kami berangkat dari rumah di Sukodono – Sidoarjo. Kami memilih Rute  Dari Sidoarjo – Mojokerto – Mojoagung – Ngoro – Pare – Plosoklaten – Wates – Ngancar – Puncak Kelud. Rute ini kita lewati dengan berbocengan Motor kesayanganku Yamaha Jupiter tahun 2001 dengan kondisi bensin Full Tank . Sambil menikmati pemandangan motor melaju dengan kecepatan kira – kira 80 Km/jam ( belum pasti karena spidometernya mati ). Ditiap tempat aku memberi informasi secukupnya pada istriku, seperti pasar baru Krian, juga tentang situs purbakala Trowulan, Gereja pertama di Jawa Timur GKJW Mojowarno juga info – info ringan lainnya, maklum istriku termasuk suku ”Krasan neng Omah”.
Di pertigaan Ngoro kami berhenti untuk istirahat, bekal yang kami bawa dari rumah dibuka untuk kami santap. Wow.. mak Nyus.... Makan nasi yang masih hangat ditambah dengan sayur kenikir dibumbu santan ditambahkan juga udang. Ini resep buatan istriku sendiri lho.. Klo aku mengomentari masakan ini rasanya kayak Sayur Kepiting, biarpun tanpa kepiting. Aku juga heran rasanya khok bisa kayak kepiting ya, mungkin aroma khas kenikir bercampur dengan aroma udang plus gurihnya santan kelapa membuat kenikmatan itu jadi maksimal.
Makan siang di pertigaan Ngoro ini berakhir tepat saat selesainya sholat Jumat. Selanjutnya kami meneruskan perjalanan dengan terlebih dahulu menambah isi tangki bensin di SPBU Ngoro, hanya dengan Rp 10 ribu tangki bensin jupiterku sudah penuh lagi. Satu Jam perjalanan hujan mulai turun saat itu kami sudah masuk kota Pare, kami memutuskan untuk berteduh dulu karena persiapan jas hujan hanya 1 set. Sambil berteduh saya mencari info tentang rute selanjutnya ke Gunung Kelud dari Masyarakat sekitar. Setelah hujan reda perjalanan kami lanjutkan dengan mengikuti petunjuk arah yang terpasang di Jalan – jalan.
Ketika pantat sudah mulai panas kami sudah memasuki wilayah Kecamatan Wates, dari sini jalan mulai menajak dengan cukup ektrim. 30 menit berlalu kami mulai memasuki kawasan wisata Gunung Kelud, Pintu gerbang itu masuk wilayah Kecamatan Ngancar – Kediri setelah melapor untuk berkemah di Gunung Kelud kami berhenti sejenak sembari membeli makanan ringan buat persiapan nanti malam.
Seidkit pengamatan di pintu masuk saya baru bisa memahami mengapa gunung Kelud diperebutkan antara kabupaten Kediri dan abupaten Blitar. Selama ini Kabupaten Kediri yang serius membenahi akses menuju kelud dan Pemda sudah merasakan keuntungan lewat pemasukan dari para wisatawan walaupun puncak gunung berada di Kabupaten Blitar. Dan sekarang Pemda Kabupaten Blitar sedang menyiapkan rencana membangun akses jalan menuju kelud sekaligus mempromosikan paket wisata Gunung Kelud dan Candi Penataran.
Puncak Kelud ditutupi kabut saat motor Jupiterku memasuki areal parkir, petugas security sedikit heran dengan rencanaku untuk bermalam dipuncak Kelud. Dugaan saya keheranan itu timbul karena aku Cuma berdua dengan istriku biasanya mereka yang bermalam selalu dalam kelompok besar. Jadilah kami bermalam dipuncak kelud dengan ketinggian 1700m dpl, yang sempat memakan banyak korban disetiap erupsinya.
 Malam itu kami menikmati pemandangan senja di puncak Kelud, feelingku menangkap visualisasi yang menarik untuk difoto. Dengan kamera Nikon DSLR d40 dan lensa kit aku mengabadikan moment senja itu bersama istriku. Bermain – main dengan Asa karena objek sekitar gelap juga mengutak - atik diafragma sampai bukaan maksimal, dengan dibantu lighting lampu jalan yang memancarkan cahaya kuning serta Flash internal kamera, aku berexperimen dan istriku jadi modelnya. Malam itu aku mendapat kepuasan luar biasa ada beberapa foto dramatis yang dapat aku peroleh.
Pagi hari pukul 05.00 alarm di HP Nokia ku berbunyi,segera aku bangun dan melenturkan otot dengan senam – senam ringan. Sambil menghirup kesegaran udara pagi kuajak istriku menuju ke kubah lava baru Gunung Kelud pasca letusan 2008, saat melewati terowongan lahar istriku agak takut sehingga dia menggandeng tanganku kencang. Setelah memasuki terowongan sekitar 40 m mulai terlihat cahaya dari ujung lorong, dipintu keluar kami bertemu dengan rekan WANADRI yang sedang melakukan panjat tebing di Gunung Kelud. Kami berbincang sejenak sekedar berbagi informasi tentang Gunung Kelud, perjalanan kami lanjutkan menuruni anak tangga menuju kubah lava baru ( dulu berbentuk danau sekarang menjadi gunung baru ). Kami berjalan santai sambil berbincang sesekali aku megambil foto panorama disekitar kubah lava.
Setelah puas menikmati pemandangan Gunung Kelud kami berkemas dan meneruskan perjalanan menuju makam Proklamator Republik Indonesia Ir. Soekarno.
Dari Kelud menuju Blitar kami harus melewati jalan yang berliku – liku, naik turun, jalan berbatu., yang paling seru adalah saat melewati sungai lahar. Di rute ini Adrenalin dipompa dengan kencang karena sepeda motor harus melewati aliran sungai yang mengalir kencang biarpun dengan debit air yang tidak terlalu besar. Istriku ketakutan di rute ini karenanya dia sempat minta turun dari motor. Perjalanan melewati perkebunan coklat, kopi dan tebu dengan beberapa kali bertanya sampailah di lokasi Candi Penataran. Di candi penataran kami tidak bersinggah tapi kami singgah di rumah saudara yang rumahnya berdekatan dengan candi.
Dipersinggahan kami mendapat sarapan nasi pecel Blitar yang terkenal lezat, kamipun sempat mandi dan berbincang sejenak dengan Pak Lek Muaji saudara sepupu ibuku. Pak lek banyak cerita seputar Gunung Kelud dan konflik yang terjadi antara Pemda Blitar dan Pemda Kediri belakangan ini. Karena istriku mengeluh kurang sehat kami segera perpamitan untuk meneruskan perjalanan ke Sidoarjo. Karena kami memilih Rute lewat Malang maka kami singgah di Makam Bung Karno untuk berziarah mengenang Tokoh Nasional Indonesia, disini aku sempat mengabadikan beberapa foto juga dibantu oleh penjaga makam kami foto berduaan dengan latar belakang makam Sang Proklamator. Dalam ziarahku aku berdoa semoga anakku kelak bisa menjadi anak  yang berkarakter kuat serta sanggup menjadi Tulang punggung bagi negara dan bangsanya. Amin.

****( Daniel Kurniadi )