MISTERI KOTA UDANG
Napak tilas sejarah ini kulakukan beberapa bulan yang lalu, Cuma baru sekarang aku sempat menuliskan catatanku. Banyak dari masyarakat kita yang kurang peduli terhadap perjalanan sejarah di daerahnya, atau lebih ekstrim lagi ada ungkapan tidak mau belajar dari sejarah.
Karena tidak setuju dengan anggapan itu maka saya menyalurkan ketertarikan dengan sejarah disekitar saya, dan ternyata di Sidoarjo kota dimana saya tinggal banyak sekali menyimpan sejarah yang sangat dekat dengan sejarah kerajaan Majapahit.
Waktu itu hari Sabtu hari libur bagiku karena ditempatku bekerja menjadwalkan hari kerja standart selama 5 hari sedangkan diluar hari itu maka ada overtime. Bangun tidur dipagi hari aku langsung teringat percakapanku dengan penjual Kupang Lontong di Depan SPBU Sukodono – Sidoarjo, dalam percakapan itu aku mendapat informasi tentang sebuah situs bersejarah di Desa Candi Negara – Kec. Wonoayu – Sidoarjo. Pedagang tersebut bercerita bahwa posisi Candi terletak dibelakang sekolah Madrasyah (MI), tempat tersebut tidak jauh dari jalan raya dan terdapat plakat besar bertuliskan Candi Dermo. Dari cerita itu sudah menggugah semangatku untuk melihat langsung keberadaan situs purbakala itu..
Perjalanan aku lakukan bersama istri kira – kira jam 10 pagi setelah menikmati sarapan dan secangkir kopi, dari rumahku lokasi candi arah barat daya sekitar 6 Km perjalanan itu kutempuh selama lebih kurang 20 menit. Sesampainya di pintu pagar aku dan istriku bertanya pada masyarakat sekitar untuk ijin memasuki lokasi candi, dengan ramah mereka mengijinkan kami masuk. Masyarakat disana masih menganggap sakral situs candi tersebut, terbukti jika ada pasangan pengantin dari desa setempat berjodoh dengan tetangga desa maka perjalanannya harus berheti di Candi Dermo sebagai wujud penghormatan untuk leluhur desa setempat
Candi Dermo tampak menjulang gagah biarpun sudah dimakan usia, dibangun sekitar tahun 1400 Masehi sekarang berhimpit dengan makam desa, sebelah utaranya berdiri bangunan masjid dengan arsitektur berbentuk joglo ciri khas masjid tahun 70an. Sebelah timur candi adalah Sekolah MI dan rumah - rumah penduduk, dulu diperkirakaan ada bangunan rumah ibadah sesuai dengan kebiasaan lay out bangunan jaman Mojopahit. Candi Dermo dulunya adalah pintu gerbang sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit, dibawa kepemimpinana Adipati Terung yang makamnya terletak dikawasan Trowulan ( sumber : papan info dilokasi candi ). Dari pengamatan saya, arah sebelah selatan candi sekitar 1Km ada desa bernama Terung, jadi sangat mungkin Kadipaten itu bernama Terung. Berjalan mengitari candi ada aura magis yang kami rasakan apalagi sebelah candi adalah lokasi makam.
Setelah puas mengitari Candi Dermo serta mengambil beberapa foto kami meneruskan perjalanan wisata sejarah kami ke Lokasi Candi Pari dan Candi Sumur dikawasan Desa Candi Pari – Porong – Sidoarjo. Perjalanan mengarah ke barat Daya melewati rute jalan beraspal, perkebunan tebu dan persawahan. Lewat Desa Terung ada pemandangan menarik sepanjang tepian sawah, karena disini banyak warung – warung kopi berjajar biarpun tidak rapi. Konon warung kopi ini menjanjikan ”pelayanan” luar biasa buat pelanggannya, anda ingin mencoba ??
Ada beberapa desa yang kami lewati tapi kami tidak mencatat nama – nama desa tersebut, yang sempat saya ingat hanya Desa Pamotan yang menurut cerita rakyat adalah tempat memuat ( momot : bahasa jawa ) upeti yang akan dikirim ke Majapahit lewat sungai Brantas. Tapi versi lain mengatakan Pamotan berasal dari nama penguasa setempat yang bernama Bre Pamotan disebut juga Bre Wengker yang merupakan anak dari Prabu Brawijaya Raja terakhir kerajaan Majapahit.
Dari Desa Pamotan kami masuk persawahan arah ke utara, berarti juga perjalanan kami sedikit berputar dari utara – barat – selatan – timur – dan sedikit ke utara lagi. Maaf kami memang agak kesasar – sasar, karena kami juga tidak faham rute terdekat ke kawasan Candi Pari.
Sesampainya di Candi Pari matahari sudah sangat terik kurang lebih jam 11.00 kamipun mengamati Candi dari pendopo kelurahan di depan Candi (http://pariwisata.sidoarjokab.go.id/candi_pari.php). Kami tidak masuk ke areal candi karena pintu dikunci sedangkan petugas tidak ada ditempat, biasanya kalau siang hari saat jam istirahat petugas pulang kerumahnya yang tidak jauh dari lokasi candi. Setelah mengambil beberapa foto juga membaca info sejarah yang terpampang di papan informasi kami menuju ke Candi Sumur. Jarak Candi Pari dan Candi Sumur sekitar 100m arah ke selatan, masuk area Candi kami disambut oleh penjaga Candi dan langsung menyodorkan kepada kami buku tamu. Sayang sang petugas tidak bisa banyak memberikan informasi karena kondisi fisiknya yang terserang Stroke sehingga separuh badannya lumpuh dan susah untuk berbicara.
Kami naik ke atas candi yang tinggal separoh karena sebagian telah lapuk dimakan usia. Dari atas badan candi terdapat lubang yang menurut versi orang kampung lubanh itu adalah sumur tempat menghilangnya Nyi Walang Angin saat akan ditangkap pasukan Majapahit karena dia dan suaminya dianggap memberontak. Tuduhan pemerintah Majapahit ini terkait pembangkangan membayar upeti kepada pemerintah, padahal mereka ingin membangun kemandirian masyarakat sekitar tanpa bergantung pada Majapahit. Versi lain dan lewat penelitian sejarah mengatakan Candi Sumur merupakan Bungker perlindungan yang dibangun untuk sarana pengungsian keluarga kerajaan atau penguasa saat ada serangan dari musuh. Jika dicermati maka bungker ini mengarah ke Candi Pari sebagai bangunan utama keluarga kerajaan. Wisata ini kami akhiri dengan pengmbilan beberapa foto kenangan dan dukumentasi perjalanan sejarah, kami masih berniat menjelajah lebih jauh tentang sejarah kuno Sidoarjo. Harapannya kami bisa menemukan teman yang punya ketertarikan sama tentang sejarah Sidoarjo dan kita akan bersama – sama melestarikan warisan sejarah ini dan memberikan informasi kepada siapapun yang memerlukan informasi ini.**** ( Daniel Kurniadi )